Pohon aren mudah tumbuh dan menyebar luas di wilayah perbukitan, pegunungan dan lembah. Tidak harus ditanam pada tanah yang khusus dan tidak memerlukan pemeliharaan intensif. Di Indonesia diperkirakan terdapat sejumlah titik sebaran pohon aren dengan perkiraan areal sekitar 65.000 hektare.
Minahasa merupakan salah satu penghasil nira aren yang tersohor. Apalagi, secara turun temurun masyarakat di Minahasa memiliki keahlian mengolah nira aren menjadi etanol, dengan peralatan sangat sederhana. Etanol yang dihasilkan dari nira aren ini diolah menjadi minuman keras khas Minahasa yang dikenal dengan sebutan "cap tikus".
Hasil uji coba HKTI di Minahasa, dari satu pohon aren (Arenga piƱata) dapat diperoleh sekitar 15-20 liter nira per hari. Satu hektare lahan dapat ditanami sekitar 671 pohon aren, dan setidaknya sebanyak 70 pohon akan berproduksi sepanjang tahun. Sedangkan sisanya, jika dalam satu tahun, satu pohon disadap selama 200 hari, maka total nira yang dihasilkan mencapai 3.000-4.000 liter per pohon. Untuk menghasilkan satu liter bioetanol diperlukan sekitar 15 liter nira, sehingga setiap pohon aren akan menghasilkan, sekitar 200 liter etanol per tahun. Bila seluruh sebaran pohon aren di Minahasa saja diolah menjadi bioetanol, dalam satu tahun akan dihasilkan setidaknya 400 juta liter bahan bakar yang ramah lingkungan tersebut.
Menurut Prabowo, HKTI akan segera mengembangkan bioetanol dalam skala industri. Mengenai investasi, sejumlah lembaga keuangan internasional telah menyatakan siap membiayai. Untuk membangun satu pabrik bioetanol dengan kapasitas 500 ton per hari diperlukan investasi sekitar US$ 17 juta. "Beberapa investor dari Kanada, Amerika Serikat, dan Brasil siap mendanai. Bahkan, negara-negara itu siap membeli produksi bioetanol kita. Jadi, kalau di dalam negeri tidak ada yang mau membeli, tidak perlu khawatir karena pasar luar negeri sudah menunggu dan siap memborong produk bioetanol kita.
Search Enguine
Senin, 08 Februari 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar